Langsung ke konten utama

Belajar menjiwai pilihan diri sendiri dari kedai kopi berkonsep slow bar

    Weekend kedua di Desember sedikit di habiskan di salah satu kedai kopi berkonsep slowbar bernama pitutur  https://www.instagram.com/pituturkopi/  bersama 2 manusia yang baru saja tertipu harga gudeg, yang satu bernama Adit https://www.instagram.com/adietyaerfan/ selain kopi trip, berfoto di jalan Malioboro menjadi tujuannya ke Jogja, satu lagi perempuan yang ketika tulisan ini di buat dia sedang di sebelah saya dengan dosennya membahas skripsi, perempuan yang kemarin berinstagram lagi setelah sempat memutuskan untuk tidak berinstagram, Aulia https://www.instagram.com/avliaaz/  beruntunglah kalian yang bisa klik link tersebut, karna denger denger dalam waktu dekat akan tidak berinstagram lagi.

    "ketika kita sediakan hal hal yang mengubah tujuan orang orang datang untuk mendeveloping si kopi, itu membuat kita senang" begitu yang saya simpulkan ketika saya bertanya kenapa mas Ponco pada akhirnya memilih slow bar sebagai konsep kedai kopi, benar saja berkunjung sekitar hanya 1 jam kesan yang di berikan mas Ponco dan mbak Adel begitu sampai ke saya dan teman teman, pilihan diri sendiri dan berkomitmen tetap di jalur itu menular ke saya,
"saya mau kedai kopi rumahan bertahan puluhan tahun mbak" kalimat yang juga berhasil saya kutip dari pitutur, dan ternyata marketing dari mulut ke mulut lebih melekat, jika kopi nya enak, aroma nya kemana mana, kita semua tau siapa yang mempopulerkan kalimat itu.

 




(beberapa foto di tangkap oleh Adit dan Aulia)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengah malam 24 agustus 2024 si penulis harus tidur, karna pagi nya harus menjadi rakyat

Awalnya. Minggu ini si penulis akan menulis mengenai meditasi yang beberapa tahun kebelakang menarik perhatian nya Tapi tidak ada yang lebih urgen Selain susah nya hadir penuh di masa sekarang karna distraksi akan masa datang yang menjadi kecamuk takut Susah nya juga menjadi orang miskin di negeri ini, umr umr yang kita dapatkan masih harus di sunat 50% nya bahkan 70% nya untuk subsidi bahan bakar, karna dari awal bahan bakar di atur sudah di salurkan ke kendaraan kendaraan pribadi, (tidak mengelola angkutan umum secara brutal dan besar besaran) Lalu Jika angkutan umum di kelola, dealer dealer asal negara sebrang tak kebagian komisi, negara tak kebagian investasi Teman teman ku sekalian yang berusaha menghemat dengan memangkas uang makan, dan uang kualitas hidup lain nya Tapi tetap menaruh paling atas dana mobilitas yang patungan dengan subsidi (kabarnya) Kata kata subsidi menjadi konotasi jika yang memberi subsidi lebih banyak berkorban, lalu yang di subsidi patutnya berterimakasih de...

Selain segelas kopi. Ruang kumuh juga membuat mu penuh.

            Ruang hidup ku yang ku kutuk karna terlalu panas, terlalu banyak cahaya matahari masuk, terlalu lelah dibersihkan. Menyita banyak waktu. Merenggut banyak hari. Dipatahkan dengan kunjungan ku ke kediaman ibu ini. Kasur yang beliau duduki salah satu tempat aman nya, semoga juga nyaman, sambil memutar ayat suci alquran di pengeras suara, harap harap nya bisa ku rasakan sebelum semakin jauh aku masuk kerumah nya. Perasaan apa ini?                Percayalah, jika kita menganggap hati kita penuh hanya jika sudah tercapai nya mimpi mimpi kita, hati kita penuh hanya jika sudah memuncak karir kita. Atau. Hati kita penuh setelah berhasil menikah, tidak hanya itu, manusia manusia di gang gang kumuh yang perlu uang kopi mu dapat menukar nya. 

Rini Mei dan angin Takisung

  Kadang kita bertiga anak kecil naif yang berjalan di kubang lumpur kesalahan dan tidak sadar, kadang nyaring tangisan lebih sering kami bagi dari tawa itu sendiri, salah pijak langkah nya Rini, Mei dan tentu aku, membawa kami ke ruang yang sama, ruang yang boleh jadi apapun bahkan tukang salah sekalipun, setelah itu kami rayakan di coffeeshop atau toko kue untuk saling bilang “hey, aku hidup”. Di 8 tahun terakhir ini, selain kiriman video yang lewat, saling memberi tanda suka menjadi cukup karna masing kami harus mulai mengisi perut sendiri. Benar saja, kegiatan mengisi perut mengantarkan Rini pada rumah baru nga, dan Mei pada gelar pendidikan kedua nya. Ini gila, bagaimana jalan sepanjang itu, sedikit demi sedikit mereka gapai ditengah beling kaca telapak kaki nya, bagaimana bisa tidak tidur tiap malam dan bangun tiap pagi, bertahun mereka lakukan. Sudah 8 taun lama nya, kami masih sering bertanya “what if” bagaimana jika dibelakang aku berlaku seperti ini ya? Bagaimana jika aku...