Perempuan itu jika punya mimpi berarti egois, jika mimpinya membuat nya keluar
rumah iya durhaka. Perempuan itu, jika pagi hari nya mendahulukan menyesap matahari, dari pada membuat kopi untuk suami, berarti ia salah. Perempuan boleh sekolah tapi cuci piring dulu setiap pagi, tak guna mengulang materi, tak perlu tau dalam dalam tut wuri handayani. Perempuan itu selama nya dipilihkan “jangan kesana sayang, itu membahayakan” suara manis ayah nya pun kekasihnya, mengungkung laju harap ingin tau nya.
Tetap di ruang kotak kamar kamu yang aman ya “nanti kamu merawat seluruh keluarga” dan jangan lupa juga rawat diri mu, jika anak mu perempuan jangan lupa ajarkan jika pilihan keluar rumah nya hanya ketika ia menikah, selain itu tak berkenan.
Inggid merasa menyebrang terberat nya ialah menyebrang sungai brantas di umur nya yang lima, dekade depan kemudian ia mulai menyusuri karma karma orang dewasa nya, Inggid masuk sekolah favorit di kota nya tanpa sulit, pelajaran sekolah nya tak ada yang lebih berat dari menemani dan merawat 3 lansia usia senja.
Inggid tak berhak pulang malam, mengabdi yang di tunjukan pada nya ialah mengabdi pada nenek kakek dan buyut nya. Begitu ia disuruh mama nya. Inggid tak sempat memikirkan mimpi nya, sehari hari nya di isi dengan memasak, membantu, berburu dan meramu.
Dekade kedua dihidupnya tak berubah banyak, ia masih dengan kesibukan memasak dan merawat 2 lansia, sekarang ia benar benar sendiri, mengubur mimpi untuk yang katanya mengabdi. 5 bulan lagi ia pergi keluar negeri, ia rasa semua ini cukup, ia rasa semua ini harus di tutup.
*turut andil kegagalan negara dalam mengatur sumberdaya alam dan manusia, jutaan perempuan seperti Inggid berbeban ganda, tak berdaya secara struktural atas pilihan negara, Inggid tak perlu mengubur mimpi nya jika para pensiunan aparatur negara di beri hak yang cukup untuk sekedar membayar perawat lansia untuk nenek kakeknya, jangan pun membayar pembantu, makan sebulan pun uang pensiunan harus kejar kejaran dengan harga bahan bakar, listrik dan air punya tuhan yang di privatisasi, di negara yang boleh disimpulkan apapun, sama dengan ketika kita berada disebuah keluarga dan hanya segelintir yang menyadari jika penderitaan hari ini, juga atas sumbang sumbang keputusan yang berwenang, tidak melulu ulah diri mu sendiri.
Komentar
Posting Komentar