Langsung ke konten utama

Kolonialisme dan konsep konsep pengasingan di Indonesia tidak mengerti hubungan vertikal horizontal, salib, dan habluminallah habluminannas

 


Pengasingan yang bertujuan agar menekan laju pergerakan ide dan gagasan terhadap mereka mereka yang di anggap berpengaruh dan mengancam sangat marak di lakukan di zaman kolonialisme maupun setelah nya. Mereka yang di asingkan ke pulau terpencil, di jauhkan dari keramaian ingar, tujuan nya agar menghambat pergerakan yang di nilai mengancam bagi negara ataupun bagi sebagian nya, alih alih mengendalikan laju pergerakan ide lalu gagasan, mereka yang di asingkan ini seolah semakin terpupuk, terbakar dan menjadi jadi dalam melaksanakan tujuan nya, itu mengapa selalu ada karya besar hasil dari pengasingan seperti buku fenomenal yang di terjemahkan hampir ke seluruh bahasa di dunia. Lalu. Buku buku yang tetap relevan hingga saat ini walau berpuluh tahun lalu lamanya. Sampai ideologi hasil buah pikiran setelah di pengasingan.



Mestinya di pahami, jika semakin hilang hubungan horizontal dan habluminannas, maka semakin kuat juga vertikal dan habluminallah nya, semakin menipis atau berkurang hubungan horizontal, maka semakin pekat hubungan vertikal nya, yang mana ketika intensitas interaksi dengan sesama manusia berkurang, tujuan, prinsip, mimpi mimpi dan keinginan menjadi lebih mendominasi keseharian nya. Itu mengapa alih alih menjauhkan mereka yang di asingkan ini dari tujuan nya, tapi malah karna ke damai an dan ke minim an distraksi, justru mendekatkan mereka dengan tujuan.




Buah pikiran ketika bersama mba Deasy menuju kampung mbak Mur dalam rangka menghadiri 1000 hari mertua mba Pur, saya memberi pernyataan, berspekulasi dan berpendapat, “betapa terjaga prinsip, kenal dan tau ingin diri ketika berada di suatu tempat sepi, sangat amat berbeda ketika berada di sebuah tempat yang seolah kejar kejaran” lalu di setujui mba Deasy dan di tutup dengan memberi ku sedotan bambu, essential oil cengkeh dan 2 lembar summer clothes. Penunjang peneguh prinsip ku pikir ku.


Banjarmasin 18 November 2023 🌞

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengah malam 24 agustus 2024 si penulis harus tidur, karna pagi nya harus menjadi rakyat

Awalnya. Minggu ini si penulis akan menulis mengenai meditasi yang beberapa tahun kebelakang menarik perhatian nya Tapi tidak ada yang lebih urgen Selain susah nya hadir penuh di masa sekarang karna distraksi akan masa datang yang menjadi kecamuk takut Susah nya juga menjadi orang miskin di negeri ini, umr umr yang kita dapatkan masih harus di sunat 50% nya bahkan 70% nya untuk subsidi bahan bakar, karna dari awal bahan bakar di atur sudah di salurkan ke kendaraan kendaraan pribadi, (tidak mengelola angkutan umum secara brutal dan besar besaran) Lalu Jika angkutan umum di kelola, dealer dealer asal negara sebrang tak kebagian komisi, negara tak kebagian investasi Teman teman ku sekalian yang berusaha menghemat dengan memangkas uang makan, dan uang kualitas hidup lain nya Tapi tetap menaruh paling atas dana mobilitas yang patungan dengan subsidi (kabarnya) Kata kata subsidi menjadi konotasi jika yang memberi subsidi lebih banyak berkorban, lalu yang di subsidi patutnya berterimakasih de...

Selain segelas kopi. Ruang kumuh juga membuat mu penuh.

            Ruang hidup ku yang ku kutuk karna terlalu panas, terlalu banyak cahaya matahari masuk, terlalu lelah dibersihkan. Menyita banyak waktu. Merenggut banyak hari. Dipatahkan dengan kunjungan ku ke kediaman ibu ini. Kasur yang beliau duduki salah satu tempat aman nya, semoga juga nyaman, sambil memutar ayat suci alquran di pengeras suara, harap harap nya bisa ku rasakan sebelum semakin jauh aku masuk kerumah nya. Perasaan apa ini?                Percayalah, jika kita menganggap hati kita penuh hanya jika sudah tercapai nya mimpi mimpi kita, hati kita penuh hanya jika sudah memuncak karir kita. Atau. Hati kita penuh setelah berhasil menikah, tidak hanya itu, manusia manusia di gang gang kumuh yang perlu uang kopi mu dapat menukar nya. 

Rini Mei dan angin Takisung

  Kadang kita bertiga anak kecil naif yang berjalan di kubang lumpur kesalahan dan tidak sadar, kadang nyaring tangisan lebih sering kami bagi dari tawa itu sendiri, salah pijak langkah nya Rini, Mei dan tentu aku, membawa kami ke ruang yang sama, ruang yang boleh jadi apapun bahkan tukang salah sekalipun, setelah itu kami rayakan di coffeeshop atau toko kue untuk saling bilang “hey, aku hidup”. Di 8 tahun terakhir ini, selain kiriman video yang lewat, saling memberi tanda suka menjadi cukup karna masing kami harus mulai mengisi perut sendiri. Benar saja, kegiatan mengisi perut mengantarkan Rini pada rumah baru nga, dan Mei pada gelar pendidikan kedua nya. Ini gila, bagaimana jalan sepanjang itu, sedikit demi sedikit mereka gapai ditengah beling kaca telapak kaki nya, bagaimana bisa tidak tidur tiap malam dan bangun tiap pagi, bertahun mereka lakukan. Sudah 8 taun lama nya, kami masih sering bertanya “what if” bagaimana jika dibelakang aku berlaku seperti ini ya? Bagaimana jika aku...