Langsung ke konten utama

Moke : Arak Flores !




   Sampai sekarang film film sejenis sakola rimba, gie, woman path, semesta, berhasil membuat saya mengoreksi diri sendiri sampai berhasil membuat saya menangis, mungkin kenapa genre ini, karna ini related seperti yang sering saya temui diperjalanan, cara penduduk desa menyadarkan saya, mereka konsisten akan hal hal yang menomer satukan lingkungan, yang tidak saya temukan di masyarakat urban biasanya.

  Para pemuda desa yang pernah saya temui bersikeras tidak mau menjadi budak, mengkritik jika salah, memuji jika benar, mereka hidup di sudut desa di Indonesia, di sebuah pulau yang jika di bahasa Indonesiakan ber arti bunga, kalian bisa menebak nebaknya sendiri, sudah dua kali selama 1 tahun saya kembali lagi kesana, tempat yang sangat berjasa di hidup dalam pembentukan karakter saya saat ini, kurang lebih 1 bulan saya di sana, membuat saya menjadikan tempat itu seperti rumah, tidak butuh waktu lama setelah 7 bulan kemudian saya kembali lagi, tidak ada yang berubah, saya masih tetap di perlakukan baik disana, masih seperti keluarga mereka, padahal kami tidak sedarah, para pemuda itu tidak berubah hanya saja lebih berkembang dengan berbagai macam movementnya, seperti bisnis barunya yang tergolong modern, mereka mempelajari itu semua tidak di bangku pendidikan, pemuda itu masih tidak berubah, tetap saja ketika bangun pagi duduk melingkar, di depan kopi membahas dan mengkritik pemerintah, di teras rumah sambil menggergaji kayu, ah Ende.

   Sampai saat ini pun rasanya silaturahmi dengan keluarga Ende masih terjalin sangat baik, saya tidak pernah sungkan ataupun merasa mengganggu mereka tiap kali ingin mengirim pesan atau sekedar memberi tanggapan pada karya karya mereka di sosial media, perasaan ingin mengulang selalu datang, lalu saya belajar satu motto, welcome pada apapun tapi jangan di keep, karna akhirnya kita melepaskan.

   Sejarah moke di hidup saya akan saya ceritakan sedikit, konotasi minuman berakohol sebelum saya ke ende adalah negatif, di Ende moke atau arak khas Flores sebagai media silaturahmi, dari ibu ibu sampai bapa bapa pun minum, menurut cerita yang saya kumpulkan efek yang di timbulkan mungkin sama dengan ganja di aceh, ini dalam artian setelah warga Flores beraktifitas seharian, malam nya mereka minum moke, tidur menjadi nyenyak dan besok pagi lebih siap beraktifitas, itu juga efek ganja yang di sampaikan lingkar ganja nusantara sebelum ganja di ilegalkan tahun 1965, nanti kita bahas di artikel lain, dan akan kita obrak abrik cerita ini ketika saya ke Aceh. 

   Moke juga sebagai minuman wajib ketika ada acara adat, bapa bapa pun banyak yang menjadi petani moke, menguliahkan anak mereka dari hasil menyuling moke ini, sampai pada akhirnya arak Flores ini di legalkan, tidak terhitung sudah berapa banyak bahasan menarik bersama saudara saudara NTT saya bermedia moke ini, jika di tempat lain media silaturahmi nya kopi, di sumba sirih dan kapur, seperti itu lah peran moke. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengah malam 24 agustus 2024 si penulis harus tidur, karna pagi nya harus menjadi rakyat

Awalnya. Minggu ini si penulis akan menulis mengenai meditasi yang beberapa tahun kebelakang menarik perhatian nya Tapi tidak ada yang lebih urgen Selain susah nya hadir penuh di masa sekarang karna distraksi akan masa datang yang menjadi kecamuk takut Susah nya juga menjadi orang miskin di negeri ini, umr umr yang kita dapatkan masih harus di sunat 50% nya bahkan 70% nya untuk subsidi bahan bakar, karna dari awal bahan bakar di atur sudah di salurkan ke kendaraan kendaraan pribadi, (tidak mengelola angkutan umum secara brutal dan besar besaran) Lalu Jika angkutan umum di kelola, dealer dealer asal negara sebrang tak kebagian komisi, negara tak kebagian investasi Teman teman ku sekalian yang berusaha menghemat dengan memangkas uang makan, dan uang kualitas hidup lain nya Tapi tetap menaruh paling atas dana mobilitas yang patungan dengan subsidi (kabarnya) Kata kata subsidi menjadi konotasi jika yang memberi subsidi lebih banyak berkorban, lalu yang di subsidi patutnya berterimakasih de...

Selain segelas kopi. Ruang kumuh juga membuat mu penuh.

            Ruang hidup ku yang ku kutuk karna terlalu panas, terlalu banyak cahaya matahari masuk, terlalu lelah dibersihkan. Menyita banyak waktu. Merenggut banyak hari. Dipatahkan dengan kunjungan ku ke kediaman ibu ini. Kasur yang beliau duduki salah satu tempat aman nya, semoga juga nyaman, sambil memutar ayat suci alquran di pengeras suara, harap harap nya bisa ku rasakan sebelum semakin jauh aku masuk kerumah nya. Perasaan apa ini?                Percayalah, jika kita menganggap hati kita penuh hanya jika sudah tercapai nya mimpi mimpi kita, hati kita penuh hanya jika sudah memuncak karir kita. Atau. Hati kita penuh setelah berhasil menikah, tidak hanya itu, manusia manusia di gang gang kumuh yang perlu uang kopi mu dapat menukar nya. 

Rini Mei dan angin Takisung

  Kadang kita bertiga anak kecil naif yang berjalan di kubang lumpur kesalahan dan tidak sadar, kadang nyaring tangisan lebih sering kami bagi dari tawa itu sendiri, salah pijak langkah nya Rini, Mei dan tentu aku, membawa kami ke ruang yang sama, ruang yang boleh jadi apapun bahkan tukang salah sekalipun, setelah itu kami rayakan di coffeeshop atau toko kue untuk saling bilang “hey, aku hidup”. Di 8 tahun terakhir ini, selain kiriman video yang lewat, saling memberi tanda suka menjadi cukup karna masing kami harus mulai mengisi perut sendiri. Benar saja, kegiatan mengisi perut mengantarkan Rini pada rumah baru nga, dan Mei pada gelar pendidikan kedua nya. Ini gila, bagaimana jalan sepanjang itu, sedikit demi sedikit mereka gapai ditengah beling kaca telapak kaki nya, bagaimana bisa tidak tidur tiap malam dan bangun tiap pagi, bertahun mereka lakukan. Sudah 8 taun lama nya, kami masih sering bertanya “what if” bagaimana jika dibelakang aku berlaku seperti ini ya? Bagaimana jika aku...