Langsung ke konten utama

TRAVELING NGASIH YANG GA DI KASIH KAMPUS



Traveling selama mungkin, sejauh dan sebanyak tempat yang di datangi memang tidak memberi ijazah, tidak punya ijazah yang kemudian menyulitkan dalam pencarian kerja, tidak dapat kerja kemudian tidak dapat income, pola pikir itu yang kemudian terbentuk dan menjadi standarisasi di kebanyakan orang, sesesorang yang tidak mengikuti standar nya kemudian di under estimate dan di ragukan, nah selain memberi ip 0,43 di semester 2 dan 1,29 di semester 3 traveling berhasil membuka pola pikir baru, yang berdampak kepuasan hidup yang sedikit demi sedikit bisa saya rasakan, bertemu berbagai latar belakang manusia, di besarkan dengan budaya dan lingkungan berbeda juga akan menghasilkan hasil akhir yang berbeda, saya bertemu dengan mereka yang hidup di daerah pariwisata yang harus terus kreatif menarik turis agar mau memakai jasa mereka, sampai bertemu anak pencinta alam yang tidak mau makan uang dari eksploitasi alam, padahal mereka erat kaitannya dengan alam, katakanlah mereka tinggal di daerah pariwisata bahkan salah satu keajaiban dunia, semua itu pilihan, tidak ada yang salah, yang salah adalah yang tidak punya pilihan.


Kemudian traveling mengajarkan setiap waktu itu menyenangkan, tetapi tidak menyenangkannya pun di temukan, seperti kehabisan uang, handphone hilang, ketemu orang meninggal di perjalanan, hampir tenggelam di laut, hal hal seperti itu yang kemudian saya ingat dan ceritakan, saya tidak habis pikir kenapa hal hal tidak menyenangkan bisa sangat menyenangkan ketika di ceritakan, kesulitan pasti akan datang, tapi dia tidak akan menetap, ini juga berlaku di kehidupan, banyak hal di jalanan yang terjadi berkorelasi dengan kehidupan.


Kemudian traveling forum yang dimana kita dengan mudah untuk berdebat atau mendapatkan obrolan 2 arah, kita tidak di tuntut mendengarkan dan hanya menerima materi, contoh kecil ketika di kedai kopi saya bertemu warga lokal, kami membahas random topik, saling sanggah jika tidak setuju atau punya pendapat lain, tidak hanya diam mendengarkan dan mencatat kasus, jika sistem pembelajarannya 2 arah seperti ini, mungkin judulnya, kampus ngasih yang ga di kasih traveling, pengamatan saya ini bukan tanpa dåsar, ini juga yang sedang di bangun menteri pendidikan kita, boleh di tonton chanel youtubenya dedy corbuzier bareng ceo gojek, Maaf Maaf jadi kemana mana pembahasannya tapi memang menyesuaikan judul.

Beberapa kali traveling memberi pandangan menjadi terdidik tidak semata bersekolah, tapi bukan berarti saya tidak mendukung sekolah, mati matian menyelesaikan kuliah di tengah pertikaian ke asyikan traveling sedang saya hadapi, bayar ukt, masuk kelas bareng adik tingkat, di panggil dosen “mba” tapi yang lain di panggil nama, sedikit sarcasm yang menandakan “hei cih wanita, kamu sudah tua, sedikit lagi semester kamu habiskan di jalanan, kamu kami drop out” mungkin begitu sumpah serapah dosen saya, yang tidak pernah tersampaikan, mungkin !!! Tapi nyatanya dosen saya sangat mendukung apa yang saya tekuni, bertanya tiap kali saya pulang dari bertraveling ria saya anggap sebagai dukungan, “dari mana kemarin” “mentawai pak” dengan percaya diri saya sampaikan karna tidak mungkin dosen saya bertanya “berapa ip kamu semester ini” mungkin saya melengos pergi sambil update status di platform, begitu kan biasanya.

Siapa sangka menjaga jarak dari sistem pendidikan untuk sementara waktu malah mengantarkan saya pada pintu pintu jenis pendidikan di luaran yang sesuai dengan kepribadian saya, di Jogja saya menemukan sakola alam, sekolah yayasan yang belajarnya berdasarkan riset, 5x5=25 itu yang di ajarkan sistem pendidikan pada umumnya, tetapi di sakola alam Jogja mereka mencari batu 5 kemudian mencari lagi 5 berulang sampai 5 kali, kemudian mengumpulkanya lalu menjumlahkannya, kita belajar proses mba tidak hanya belajar hasil akhir, begitu imbuh mba Raisa yang ketika ujian nasional dia membuat pernyataan tidak bersedia mengikuti ujian nasional di karnakan negara tidak berhak mengukur kepintaran saya, apa yang di ajarkan sekolah ini sebenarnya, kenapa muridnya memiliki pilihan berdiri di keputusannya sendiri, menyangkut pilihannya benar atau salah, bukan ranah kita dalam mengoreksi, berkeputusan dan bertangung jawab atas pilihan diri sendiri lebih penting dari sekedar pilihan tersebut salah atau benar.

Traveling juga menemukan saya dengan mas Hadi, guru baru yang setuju ketika saya sampaikan seharusnya guru tidak di jadikan profesi dalam mencari kertas ; baca uang, ketika belum turun gaji tidak ada alasan malas mengoreksi pr siswa atau menjelaskan ribuan kali ke siswa yang belum paham, mau di gaji tidak di gaji semangat mengajar tetap penuh, di samping itu si guru juga harus dan pastinya punya sumber pendapatan lain di luar profesi guru nya, tapi apalah daya saya hanya mengemukakan teori, tidak mengalami sendiri, koar koar gaji guru 300 ribuuuu, harusnya tidak pantas, hm saya ragu sebenarnya niat menjadi guru semata karna apa ?


Itu kenapa saya ingin sekali menjadi pengajar dalam jangka waktu paling tidak 1 tahun, saya ingin membuktikan teori saya ini, apakah benar setelah memberi, mengajar, memahamkan segala hal dengan sepenuh hati kemudian di bayar tidak senonoh akan menghasilkan dendam sebegitu nya? mungkin jika kesepakatan di awal jelas si guru dan si pembayar guru ini, tidak begini ceritanya. 

Semoga ketika lulus kuliah nanti saya berkesempatan menjadi pengajar yang tidak mengambil gaji nya, kalian semua menjadi saksi ya !




-Kos Tutus mahasiswa Universitas Brawijaya Januari 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengah malam 24 agustus 2024 si penulis harus tidur, karna pagi nya harus menjadi rakyat

Awalnya. Minggu ini si penulis akan menulis mengenai meditasi yang beberapa tahun kebelakang menarik perhatian nya Tapi tidak ada yang lebih urgen Selain susah nya hadir penuh di masa sekarang karna distraksi akan masa datang yang menjadi kecamuk takut Susah nya juga menjadi orang miskin di negeri ini, umr umr yang kita dapatkan masih harus di sunat 50% nya bahkan 70% nya untuk subsidi bahan bakar, karna dari awal bahan bakar di atur sudah di salurkan ke kendaraan kendaraan pribadi, (tidak mengelola angkutan umum secara brutal dan besar besaran) Lalu Jika angkutan umum di kelola, dealer dealer asal negara sebrang tak kebagian komisi, negara tak kebagian investasi Teman teman ku sekalian yang berusaha menghemat dengan memangkas uang makan, dan uang kualitas hidup lain nya Tapi tetap menaruh paling atas dana mobilitas yang patungan dengan subsidi (kabarnya) Kata kata subsidi menjadi konotasi jika yang memberi subsidi lebih banyak berkorban, lalu yang di subsidi patutnya berterimakasih de...

Selain segelas kopi. Ruang kumuh juga membuat mu penuh.

            Ruang hidup ku yang ku kutuk karna terlalu panas, terlalu banyak cahaya matahari masuk, terlalu lelah dibersihkan. Menyita banyak waktu. Merenggut banyak hari. Dipatahkan dengan kunjungan ku ke kediaman ibu ini. Kasur yang beliau duduki salah satu tempat aman nya, semoga juga nyaman, sambil memutar ayat suci alquran di pengeras suara, harap harap nya bisa ku rasakan sebelum semakin jauh aku masuk kerumah nya. Perasaan apa ini?                Percayalah, jika kita menganggap hati kita penuh hanya jika sudah tercapai nya mimpi mimpi kita, hati kita penuh hanya jika sudah memuncak karir kita. Atau. Hati kita penuh setelah berhasil menikah, tidak hanya itu, manusia manusia di gang gang kumuh yang perlu uang kopi mu dapat menukar nya. 

Rini Mei dan angin Takisung

  Kadang kita bertiga anak kecil naif yang berjalan di kubang lumpur kesalahan dan tidak sadar, kadang nyaring tangisan lebih sering kami bagi dari tawa itu sendiri, salah pijak langkah nya Rini, Mei dan tentu aku, membawa kami ke ruang yang sama, ruang yang boleh jadi apapun bahkan tukang salah sekalipun, setelah itu kami rayakan di coffeeshop atau toko kue untuk saling bilang “hey, aku hidup”. Di 8 tahun terakhir ini, selain kiriman video yang lewat, saling memberi tanda suka menjadi cukup karna masing kami harus mulai mengisi perut sendiri. Benar saja, kegiatan mengisi perut mengantarkan Rini pada rumah baru nga, dan Mei pada gelar pendidikan kedua nya. Ini gila, bagaimana jalan sepanjang itu, sedikit demi sedikit mereka gapai ditengah beling kaca telapak kaki nya, bagaimana bisa tidak tidur tiap malam dan bangun tiap pagi, bertahun mereka lakukan. Sudah 8 taun lama nya, kami masih sering bertanya “what if” bagaimana jika dibelakang aku berlaku seperti ini ya? Bagaimana jika aku...